Selasa, 16 Agustus 2011

Risalah Ramadhan : ‘Deterjen’ ampuh penghancur dosa


Arrahmah.com – Bulan suci Ramadhan seringkali disebut syahrul maghfirah, bulan ampunan. Alasannya, di bulan ini banyak amal shalih yang berkhasiat sebagai ‘deterjen’ yang ampuh mencuci noda-noda dosa dari tubuh kaum muslimin. Salah satunya adalah shaum Ramadhan. Rasulullah SAW menegaskan bahwa shaum Ramadhan yang dilakukan dengan benar akan menyapu bersih dosa-dosa sampai hilang tak berbekas.

Penjelasan Rasulullah SAW tersebut merupakan kabar gembira bagi umat Islam yang melaksanakan shaum Ramadhan. Umat Islam akan semakin bersemangat mengisi bulan penuh berkah ini dengan amalan-amalan yang diwajibkan dan disunahkan. Tujuannya tentu saja mendapat limpahan ampunan Allah SWT, sehingga mereka keluar dari bulan Ramadhan dalam keadaan suci, bersih dari noda-noda dosa.

Di dalam hadits yang shahih dijelaskan sebagai berikut,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ))

Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa melakukan shaum Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, niscaya akan diampuni dosa-dosa kecilnya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no. 38, Muslim no. 760, An-Nasai no. 2170, Ibnu Majah no. 1631, dan Ahmad no. 7130)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (( مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ ))

Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa melakukan shaum Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, niscaya akan diampuni dosa-dosa kecilnya yang telah lalu dan dosa-dosa kecilnya yang akan datang.” (HR. Ahmad no. 8775. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyatakan sanadnya hasan. Al-Hafizh Zainuddin Al-‘Iraqi menyatakan sanadnya shahih)

Dalam hadits-hadits di atas, Rasulullah SAW mengaitkan pengampunan dosa-dosa orang yang shaum dengan dua syarat, yaitu iman dan ihtisab.

Syarat Pertama, Iman

Iman adalah meyakini kebenaran perintah dan janji pahala Allah. Artinya, ia mengimani bahwa shaum adalah perintah Allah SWT dan Rasul-Nya SAW, dan ia mengimani pahala yang telah dijanjikan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya SAW.

Sebagai seorang muslim, sikap kita adalah sami’na wa atha’na (mendengar dan menaati) semua perkara yang telah ditetapkan Allah SWT dan Rasul-Nya, baik berupa perintah maupun larangan. Setiap perintah Allah SWT pasti memiliki maslahat di dunia dan akhirat. Allah SWT juga menjanjikan pahala yang besar di sisi-Nya kelak. Demikian pula, setiap larangan Allah SWt pasti mengandung madharat di dunia dan akhirat. Allah SWT juga mengancam dengan siksaan yang pedih jika larangan-Nya dilanggar.

Allah SWT berfirman,

Sesungguhnya jawaban orang-orang mumin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan perkara diantara mereka ialah ucapan ‘Kami mendengar dan kami patuh’. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nur (24): 51)

Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mumin dan tidak (pula) bagi perempuan yang muminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al-Ahzab (33): 36)

Dengan adanya kesadaran, penghayatan, dan ketundukan hati ini maka seorang muslim tidak akan ragu sedikit pun untuk mengerjakan perintah syariat dan meninggalkan larangan syariat. Ia akan berusaha mengerjakan perintah syariat dengan sebaik-baiknya, meski terasa berat bagi hawa nafsunya. Ia akan meninggalkan larangan syariat dengan patuh, walau untuk itu ia harus mencampakkan hawa nafsunya.

Dalam hadits shahih dijelaskan bahwa melaksanakan shaum Ramadhan adalah bagain dari iman kepada Allah SWT.

عن ابن عباس : (( إِنَّ وَفْدَ عَبْدِ الْقَيْسِ لَمَّا أَتَوْا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .. أَمَرَهُمْ بِالإِيمَانِ بِاللَّهِ وَحْدَهُ ، قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الإِيمَانُ بِاللَّهِ وَحْدَهُ ؟ قَالُوا : اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ ، قَالَ : شَهَادَةُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامُ الصَّلاةِ ، وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ ، وَصِيَامُ رَمَضَانَ ، وَأَنْ تُعْطُوا مِنْ الْمَغْنَمِ الْخُمُسَ ))

Dari Ibnu Abbas bahwasanya rombongan utusan suku Abdul Qais datang kepada Nabi SAW…Maka Nabi SAW memerintahkan mereka untuk beriman kepada Allah Yang Maha Esa. Beliau bertanya, “Tahukah kalian apakah beriman kepada Allah Yang Maha Esa itu?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau menerangkan: “Yaitu bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan shaum Ramadhan, dan kalian menyerahkan seperlima harta rampasan perang (suku Abdul Qais selalu berperang melawan suku musyrik Mudhar. Maka disyariatkan menyerahkan seperlima harta rampasan perang kepada baitul mal kaum muslimin, lihat QS. Al-Anfal (8): 41, -edt) (HR. Bukhari no. 53, Muslim no. 17, Abu Daud no. 4057, Tirmidzi no. 2536, An-Nasai no. 4945, Ahmad no. 2010, dan Ibnu Khuzaimah no. 1871)

Satu-satunya tujuannya adalah mengabdikan diri kepada Allah SWT. Ia meyakini sepenuhnya bahwa kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat hanya bisa diraih dengan totalias ketundukan kepada syariatnya. Ia meyakini sepenuhnya bahwa buah ketaatan adalah ridha Allah SWt dan kenikmatan abadi di surga-Nya. Imannya menumbuhkan keyakinan yang mantap, tidak memberi ruang sedikit pun untuk ragu-ragu, menentang, atau menyimpang.

Allah SWT berfirman,

(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. An-Nisa’ (4): 13)

Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. An-Nuur (24): 52)

Syarat Kedua, Ihtisab

Ihtisab adalah mengerjakannya semata-mata demi mengharap ridha Allah SWT dan pahala di sisi-Nya. Terkadang seseorang mengimani perintah Allah dan Rasul-Nya, namun ia mengerjakannya karena riya’, sum’ah, ujub, atau tujuan duniawi, sehingga perbuatannya tidak bisa disebut ihtisab.

Seorang muslim melakukan shaum Ramadhan semata-mata karena mengharap ridha Allah SWT dan janji pahala di sisi-Nya. Ia ingin termasuk hamba Allah SWT yang diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Ia berharap dapat memasuki surga dari pintu Ar-Rayyan. Ia berhasrat shaumnya menjadi perisai diri dari segala kemaksiatan dan kebiasaan buruk. Ia menginginkan shaum menjadi pemberi syafa’at baginya di pengadilan akhirat kelak. Inilah landasan ia melakukan shaum, ihtisab lillahi ta’ala.

Seorang muslim tidak melakukan shaum karena ikut-ikutan dengan orang-orang di sekitarnya yang juga melakukan shaum. Ia tidak melakukan shaum agar dilihat dan dipuji sebagai orang shalih oleh orang-orang di sekitarnya. Ia tidak melakukan shaum karena hendak membanggakan amalnya di hadapan orang lain. Ia tidak melakukan shaum agar mendapat keuntungan duniawi; THR (tunjangan hari raya), libur Ramadhan, pengurangan jam belajar-mengajar dan kerja, penghematan uang belanja, dan lain-lain.

Dosa Amblas Blas..blas..blas…

Jika dua syarat ini terpenuhi, maka shaum yang dilakukan oleh seorang muslim akan membuahkan hasil yang indah di dunia dan akhirat. Keimanan, keshalihan, dan ketakwaannya akan meningkat. Setelah Ramadhan, ia menjadi orang yang lebih baik. Hubungan dengan Allah SWT akan lebih erat dan dekat. Kehidupannya juga lebih bermanfaat bagi sesama manusia. Ia seakan terlahir kembali. Kebiasaan-kebiasaan buruk yang selama ini menjadi karakternya berhasil ia buang jauh-jauh. Kebiasaan-kebiasaan baik yang selama ini tidak pernah ia lakukan, kini menjadi menu amal hariannya. Ia benar-benar menunjukkan sosok hamba Allah yang telah dibersihkan dosa-dosanya. Ia sungguh memberi tauladan bagaimana menjalani lembaran kehidupan baru yang penuh dengan catatan kebaikan.

Apakah semua dosanya diampuni?

Sebagian orang menyangka bahwa hadits-hadits tentang shaum di atas menerangkan seluruh dosa orang yang shaum akan diampuni, baik dosa besar maupun dosa kecil. Anggapan demikian adalah keliru. Pendapat yang benar, dosa-dosa yang diampuni oleh amalan shaum adalah dosa-dosa kecil. Adapun dosa-dosa besar harus didahului oleh taubat nashuha, tidak cukup dengan shaum semata. Selain itu, ia juga harus merealisasikan tauhid dan bersih dari syirik. Demikianlah yang dijelaskan oleh dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits-hadits shahih.

Allah SWT menjelaskan bahwa amalan yang diterima-Nya adalah amalan yang dilakukan oleh orang yang berislam, beriman, dan bertauhid. Sebanyak dan sebaik apapun amalan seorang hamba, jika dicampuri oleh kesyirikan atau kekufuran, pasti akan ditolak oleh Allah SWT. Amalannya akan sia-sia belaka, sedikit pun tidak ada nilainya di sisi Allah SWT.

Allah SWT berfirman tentang amal kebaikan orang-orang kafir,

“Orang-orang yang kafir kepada Rabbnya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS. Ibrahim (14): 18)

“Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun… Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, hampir-hampir dia tiada dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun.” (QS. An-Nuur (24): 39-40)

Allah SWT berfirman tentang amal kebaikan orang-orang musyrik,

Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am (6): 88)

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu (Muhammad SAW) dan kepada (nabi-nabi) sebelummu: Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar (39): 65)

Dalam hadits yang shahih juga disebutkan,

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : (( مَنْ لَقِيَ اللَّهَ لا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا يُصَلِّي الْخَمْسَ وَيَصُومُ رَمَضَانَ غُفِرَ لَهُ ، قُلْتُ : أَفَلا أُبَشِّرُهُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : دَعْهُمْ يَعْمَلُوا ))

Dari Mu’adz bin Jabal RA berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa menghadap Allah SWT tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, menunaikan shalat wajib lima waktu, dan melaksanakan shaum Ramadhan, niscaya dosa-dosa (kecil)nya akan diampuni.” Mu’adz berkata: “Tidakkah sebaiknya aku memberitahukan kabar gembira ini kepada orang-orang?” Beliau menjawab, ”Biarkan saja mereka melakukan amal (shalih lainnya juga).” (HR. Ahmad no. 21253. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 1315)

Demikian pula, dosa-dosa kecil bisa dihapuskan dengan amalan shaum apabila dosa-dosa besar terlebih dahulu ditinggalkan. Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT,

Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” (QS. An-Nisa’ (4): 31)

Firman Allah SWT di atas ditegaskan ulang oleh Rasulullah SAW dalam hadits shahih berikut ini,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ : (( الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ ))

Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Shalat wajib lima waktu, shalat Jum’at ke shalat Jum’at berikutnya, (shaum) Ramadhan ke (shaum) Ramadhan berikutnya akan menghapuskan dosa-dosa (kecil) di antara rentang waktu tersebut, jika ia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 233, Tirmidzi no. 198, Ibnu Majah no. 1076, dan Ahmad no. 7089)

Kesimpulan

Dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits shahih di atas bisa disimpulkan bahwa shaum Ramadhan merupakan amalan yang dapat menghapuskan dosa-dosa kecil yang telah lalu dan dosa-dosa kecil yang akan datang, apabila telah terpenuhi beberapa syarat berikut:

  1. Pelakunya adalah seorang muslim yang beriman dan bertauhid, bersih dari dosa kufur dan syirik.
  2. Ia melakukan shaum karena ikhlas mencari ridha Allah semata dan sebagai bentuk perwujudan iman kepada-Nya.
  3. Ia menjauhi dosa-dosa besar.

Semoga kita termasuk golongan umat Islam yang memenuhi syarat-syarat ini, sehingga Allah SWT berkenan menghapuskan dosa-dosa kecil kita yang telah lalu dan yang akan datang. Amin.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

masukkan komentar anda